PENDIDIKAN UNTUK PENGEMBANGAN KARAKTER
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendidikan karakter
saat ini menjadi
isu utama pendidikan, selain
menjadi bagian dari
proses pembentukan akhlak anak bangsa, pendidikan karakter
inipun diharapkan mampu menjadi pondasi
utama dalam mensukseskan
Indonesia Emas 2025.
Undang Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
Pasal 3,
menyebutkan bahwa pendidikan
nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan
membentuk karakter serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Berdasarkan hal ini,
maka pendidikan nasional bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Ada beberapa
pihak yang beranggapan
bahwa pendididikan karakter
dan akhlak memiliki perbedaan. Moral yang bersumber dari tradisi adalah
pengetahuan seseorang terhadap hal baik dan buruk yang ada dan melekat dalam
diri seseorang. Istilah moral berasal dari Bahasa Latin mores dari suku kata
mos, yang artinya adat istiadat, kelakuan tabiat, watak. Ada juga sebagian
ulama yang mengatakan bahwa moral
merupakan konsep yang
berbeda. Karena moral
merupakan prinsip baik buruk,
sedangkan moralitas merupakan
kualitas pertimbangan baik
buruk.
Pendidikan moral
adalah moral pendidikan yang sama misinya dengan pendidikan akhlak. Moral
pendidikan adalah nilai-nilai yang terkandung dalam setiap bahan
ajar atau ilmu
pengetahuan. Adapun akhlak
(bahasa Arab), bentuk plural dari khuluq adalah sifat
manusia yang terdidik.
Karakter adalah
tabiat seseorang yang
lansung di-drive oleh
otak. Munculnya tawaran istilah
pendidikan karakter (character education) merupakan kritik dan
kekecewaan terhadap praktik
pendidikan moral selama
ini.Walaupun secara substansial, keduanya tidak memiliki perbedaan yang
prinsipil.
Didin Hafidhuddin
dalam Pendidikan Karakter Bangsa Berbasis Agama mengemukakan bahwa
pendidikan pada hakikatnya adalah usaha dan upaya bersama yang dilakukan secara
sadar, serius, dan sungguh-sungguh dalam rangka membangun watak dan karakter peserta
didik secara komprehensif. Selaras dengan hal ini Konfrensi internasional pertama
tentang pendidikan Islam
di Mekkah yang diadakan
pada tahun 1977
memberikan rekomendasi bahwa
yang dimaksud dengan pendidikan karakter adalah: Education should aim
at the balanced
growth of the
total personality of man, through the training of man’s spirit,
intellect the rational itself, feelings
and bodily senses
..... both individually
and collectively and motivate
all these aspect
toward goodness and attainment of perfection ….. these at
complete submission to Allah on the level of the individual, community at large
……, (Pendidikan karakter akan menumbuhkan
kepribadian manusia secara
totalitas mencakup seperti semangat,
kecerdasan, perasaan dan
sebagainya, baik dalam kehidupan
pribadinya, masyarakatnya untuk
melakukan kebaikan dan kesempurnaan, serta dalam rangka pengabdian
kepada Allah SWT, melalui
tindakan pribadi, masyarakat,
maupun kemanusiaan secara luas).
Pendidikan untuk
membentuk moral (moral
education) atau pendidikan untuk
mengembangkan karakter (character education), dalam konteks sekarang sangat relevan untuk
mengatasi krisis moral yang sedang melanda Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Krisis moral tersebut antara lain berupa meningkatnya pergaulan bebas, maraknya
angka kekerasan dan pelecehan seksual terhadap anak-anak dan remaja, kejahatan
terhadap teman, pencurian remaja, kebiasaan
menyontek, penyalahgunaan obat-obatan
dan narkoba, pornografi, dan
perusakan hak milik
orang lain, sudah
menjadi masalah sosial yang hingga saat ini belum dapat diatasi secara
tuntas.
Krisis yang
melanda masyarakat Indonesia mulai dari pelajar hingga elite politik mengindikasikan bahwa
pendidikan agama dan
moral yang diajarkan pada
bangku sekolah maupun
perguruan tinggi (kuliah),
tidak berdampak terhadap perubahan
perilaku manusia Indonesia.
Bahkan yang terlihat adalah
begitu banyak manusia Indonesia yang tidak koheren antara ucapan dan
tindakannya. Kondisi demikian,
diduga berawal dari
apa yang dihasilkan oleh dunia pendidikan.
Maka diperlukan
kerja keras semua
pihak, terutama terhadap program-program yang
memiliki kontribusi besar terhadap peradaban bangsa harus
benar-benar dioptimalkan.
Persoalan yang
muncul belakangan ini
adalah bagaimana penerapan pendidikan untuk
membentuk karakter di
sekolah atau madrasah,
bahkan pengembangan karakter di
Perguruan Tinggi memerlukan pemahaman tentang konsep,
teori, metodologi dan aplikasi yang
relevan dengan pembangunan karakter
(character building), dan
pendidikan karakter (character
education) sesuai dengan
konteks pendidikan di
Indonesia.
Dengan demikian,
pendidikan karakter itu
berdasarkan pada nilai-nilai luhur
yang terkandung dalam ajaran agama. Fungsi agama dalam kehidupan manusia sangat
besar dan bervariasi. Agama tidak hanya
dipakai oleh manusia
sebagai alat untuk
mencapai tujuan-tujuan yang
sifatnya sesuai dengan
ajaran-ajaran dari agama
yang bersangkutan, tetapi juga
sering dipergunakan untuk
hal-hal yang bertentangan dengan
agama itu sendiri.
Karena itu, munculnya kecenderungan fundamentalisme, fanatisme
dan modernisme dalam berbagai corak kehidupan umat beragama
dapat dibaca sebagai gejala penyalahgunaan (abuse) terhadap agama, dan hal ini
cenderung akan menghancurkan budaya dan peradaban manusia.
Pemakaian
agama sebagai alat
legitimasi biasanya muncul pada bangsa-bangsa yang tidak homogen
secara agama. Gejala seperti ini
akan muncul ke
permukaan apabila kepercayaan-kepercayaan yang berbeda
mengenai realitas yang
tertinggi (ultimate) masuk ke dalam arena politik, mereka mulai bertikai
dan makin jauh dari sikap kompromi.
Berdasarkan kenyataan ini
ada kecenderungan pada masyarakat modern yang secular, seperti
di negeri-negeri Barat untuk memisahkan
agama dari kehidupan,
kendati di beberapa
tempat lainnya diakui pula adanya pemikiran-pemikiran, praktik-praktik,
dan pranata-pranata keagamaan tetap merupakan pusat kehidupan.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, maka rumusan masalah makalah ini adalah
1. Bagaimana
konsep pendidikan karakter?
2. Bagimana
aplikasi pendidikan karakter dalam dunia pendidikan?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas,
maka tujuan penulisan makalah ini adalah
1.
Menjelaskan konsep
pendidikan karakter
2. Memaparkan
aplikasi pendidikan karakter dalam dunia pendidikan
D.
Manfaat
Dari makalah ini
dapat kami peroleh manfaat bagi semua orang dan orang yang membacanya,
bahwasanya pendidikan karakter sangat berperan dalam pembentukan generasi yang
berkualitas, bukan hanya untuk kepentingan individu warga negara, tapi juga
untuk warga masyarakat secara keseluruhan..
E.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter
telah menjadi perhatian
berbagai negara dalam rangka
mempersiapkan generasi yang
berkualitas, bukan hanya
untuk kepentingan individu warga
negara, tetapi juga
untuk warga masyarakat secara keseluruhan.
Pendidikan karakter dapat
diartikan sebagai the
deliberate us of
all dimensions of
school life to
foster optimal character development (usaha
secara sengaja dari
seluruh dimensi kehidupan
sosial untuk membantu pembentukan karakter secara optimal).
Pendidikan
karakter menurut Thomas Lickona mengandung tiga unsur pokok, yaitu
mengetahui kebaikan (knowing the good),
mencintai kebaikan (desiring the good),
dan melakukan kebaikan (doing the
good).
Pendidikan karakter
tidak sekedar mengajarkan mana
yang benar dan
mana yang salah
kepada anak, tetapi lebih
dari itu pendidikan
karakter menanamkan kebiasaan
(habituation) tentang yang baik
sehingga peserta didik
paham, mampu merasakan,
dan mau melakukan yang
baik. Jadi, pendidikan
karakter ini membawa
misi yang sama dengan pendidikan akhlak atau pendidikan moral.
Secara
terminologis, makna karakter sebagaimana dikemukakan oleh Thomas Lickona: A
reliable inner disposition to respond to situations in a morally good
way.” Selanjutnya dia
menambahkan, “Character
so conceived has three
interrelated parts: moral knowing, moral feeling, and moral behavior”. Menurut
Thomas Lickona, karakter
mulia (good character)
meliputi pengetahuan tentang
kebaikan, lalu menimbulkan komitmen (niat)
terhadap kebaikan, dan
akhirnya benar-benar melakukan kebaikan. Dengan
kata lain, karakter
mengacu kepada serangkaian pengetahuan (cognitives), sikap (attitides), dan motivasi (motivations), serta perilaku (behaviors)
dan keterampilan (skills).
Menurut Thomas
Lickona, karakter berkaitan
dengan konsep moral (moral knonwing), sikap
moral (moral felling), dan
perilaku moral (moral
behavior).
Berdasarkan ketiga
komponen ini dapat dinyatakan bahwa karakter yang baik didukung oleh
pengetahuan tentang kebaikan, keinginan untuk
berbuat baik, dan
melakukan perbuatan kebaikan.
Berkaitan dengan hal ini dia juga
mengemukakan, “Character education is the
deliberate effort to help people
understand, care about,
and act upon
core ethical values” (Pendidikan karakter adalah usaha
sengaja (sadar) untuk membantu manusia memahami, peduli tentang, dan
melaksanakan nilai-nilai etika inti). Bahkan dalam buku Character Matters dia menyebutkan:
Character education is the
deliberate effort to
cultivate virtue—that is
objectively good human qualities—that are
good for the individual person
and good for the
whole society
(Pendidikan karakter adalah
usaha sengaja (sadar)
untuk mewujudkan kebajikan, yaitu
kualitas kemanusiaan yang
baik secara objektif, bukan
hanya baik untuk
individu perseorangan, tetapi
juga baik untuk masyarakat secara
keseluruhan).
Dengan demikian,
proses pendidikan karakter,
ataupun pendidikan akhlak dan
karakter bangsa sudah tentu harus dipandang sebagai usaha sadar dan terencana,
bukan usaha yang sifatnya terjadi secara kebetulan. Bahkan kata lain,
pendidikan karakter adalah
usaha yang sungguh-sungguh untuk memahami, membentuk, memupuk nilai-nilai etika, baik
untuk diri sendiri maupun untuk semua
warga masyarakat atau
warga negara secara keseluruhan.
Thomas Lickona
menyebutkan tujuh unsur-unsur
karakter esensial dan utama yang
harus ditanamkan kepada peserta didik yang meliputi:
1. Ketulusan hati
atau kejujuran (honesty).
2. Belas kasih (compassion);
3. Kegagahberanian
(courage);
4. Kasih sayang (kindness);
5. Kontrol diri (self-control);
6. Kerja sama (cooperation);
7. Kerja keras (deligence or hard work).
Tujuh karater inti
(core characters) inilah, menurut
Thomas Lickona, yang paling penting
dan mendasar untuk dikembangan
pada peserta didik,
disamping sekian banyak
unsur-unsur karakterlainnya. Jika
dianalisis dari sudut kepentingan
restorasi kehidupan Bangsa
Indonesia ketujuh karakter tersebut memang
benar-benar menjadi unsur-unsur
yang sangat esensial dalam mengembangkan
jati diri bangsa
melalui pendidikan karakter.
Di antaranya, unsur ketulusan
hati atau kejujuran,
Bangsa Indonesia saat
ini sangat memerlukan kehadiran warga negara yang memiliki tingkat
kejujuran yang tinggi. Membudayakan
ketidakjujuran merupakan salah
satu tanda-tanda kehancuran suatu
bangsa. Lebih dari itu, unsur karakter yang ketujuh adalah kerja keras (diligence or hard work). Karena itu,
kejujuran dan kerja keras didukung juga
oleh unsur karakter
yang keenam, yakni
kerja sama yang akan
memunculkan pengembangan karakter
yang lebih konfrehensif bagi kehidupan berbangsa
dan bernegara menjelang
terjadinya suksesi
kepemimpinan nasional, yang
diawali dengan pemilihan
presiden pada tanggal 9 Juli 2014
yang akan datang. Selain itu, tujuh unsur karakter yang menjadi karakter
inti tersebut, para
pegiat pendidikan karakter
mencoba melukiskan pilar-pilar penting karakter dalam gambar dengan
menunjukkan hubungan sinergis antara
keluarga, (home), sekolah (school), masyarakat (community) dan dunia
usaha (business). Adapun Sembilan
unsur karakter tersebut meliputi
unsur-unsur karakter inti (core
characters) sebagai berikut:
1. Responsibility
(tanggung jawab);
2. Respect (rasa
hormat);
3. Fairness
(keadilan);
4. Courage
(keberanian);
5. Honesty (belas
kasih);
6. Citizenship
(kewarganegaraan);
7. Self-descipline
(disiplin diri);
8. Caring
(peduli), dan
9. Perseverance
(ketekunan).
B.
Aplikasi
Pendidikan Karakter dalam Dunia Pendidikan
Dalam naskah
akademik Pengembangan Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa,
Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan RI telah merumuskan lebih
banyak nilai-nilai karakter
(18 nilai) yang
akan dikembangkan atau ditanamkan
kepada anak-anak dan
generasi muda bangsa Indonesia.
Nilai-nilai karakter tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut:
NNo. |
Sikap |
Deskripsi |
1. |
Religius |
Sikap dan
perilaku yang patuh
dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya, toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama lain,
dan hidup rukun
dengan pemeluk agama |
2. |
Jujur |
Perilaku yang
dilaksanakan pada upaya menjadikan dirinya
sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan |
3. |
Toleransi |
Sikap dan tindakan yang
menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan
orang lain yang
berbeda dari dirinya. |
.4. |
Disiplin |
Tindakan yang
menunjukkan perilaku tertib dan
patuh pada berbagai
ketentuan dan peraturan. |
5.5. |
Kerja
Keras |
Perilaku yang
menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan
tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya. |
6.6. |
Kreatif |
Berfikir dan
melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru
dari sesuatu yang telah dimiliki. |
7.7. |
Mandiri |
Sikap dan
perilaku yang tidak
mudah tergantung pada orang
lain dalam menyelesaikan
tugas-tugas. |
88. |
Demokratis |
Cara berfikir,
bersikap, dan bertindak
yang menilai sama hak
dan kewajiban dirinya
dan orang lain. |
9.9.. |
Rasa
ingin tahu |
Sikap
dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas
dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat,
dan didengar |
10. |
Semangat
kebangsaan |
Cara
berfikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan
bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya. |
11. |
Cinta
Tanah Air |
Cara berfikir,
bersikap, dan berbuat
yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang
tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya,
ekonomi, dan politik bangsa. |
12. |
Menghargai
Prestasi |
Sikap dan
tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuai yang berguna bagi masyarakat, dan
mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain. |
13. |
Bersahabat/komunikatif |
Tindakan yang
memperhatikan rasa senang berbicara, bergaul,
dan bekerja sama
dengan orang lain. |
14. |
Cinta
damai |
Sikap, perkataan,
dan tindakan yang menyebabkan orang
lain merasa senang
dan aman atas kehadiran dirinya. |
15 |
Gemar
Membaca |
Kebiasaan
menyediakan waktu untuk membaca berbagai
bacaan yang memberikan
kebajikan bagi dirinya. |
16. |
Peduli
Lingkungan |
Sikap dan
tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan
upaya-upaya untuk memperbaiki kekrusakan
alam yang sudah terjadi. |
17. |
Peduli
sosial |
Sikap
dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat
yang membutuhkan. |
18. |
Tanggung
jawab |
Sikap dan
perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya, yang seharusnya dia
lakukan, terhadap diri
sendiri, masyarakat,
lingkungan (alam, sosial
dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa. |
Sikap dan
perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang dilakukan, terhadap
diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan
Tuhan Yang Maha Esa. Adapun dalam desain
induk Pendidikan Karakter,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI juga telah menjelaskan
konfigurasi karakter dalam konteks proses psikososial dan sosial-kultural dalam
empat kelompok besar, yaitu:
1. Olah Hati (spiritual and emotional development);
2. Olah Fikir (intellectual development);
3. Olah Raga dan
Kinestetik (physical and kinesthetic
development); dan
4. Olah Rasa dan
Karsa (affective and creativity
development).
Keempat kelompok
konfigurasi karakter tersebut
memiliki unsur- unsur karakter
inti dapat dijelaskan sebagai berikut:
No. |
Kelompok Kharakter |
Konfigurasi |
1. |
Olah hati |
• Religius • Jujur • Tanggung Jawab
• Peduli Sosial • Peduli
Lingkungan |
2. |
Olah Fikir |
• Cerdas • Kreatif • Gemar Membaca • Rasa Ingin
Tahu |
3. |
Olah raga |
• Sehat • Bersih |
4. |
Olah Rasa dan
Karsa |
• Peduli • Kerja sama
(gotong royong) |
Berdasarkan tujuan
pendidikan nasional, pendidikan
karakter merupakan suatu program
pendidikan (sekolah dan
luar sekolah) yang menggorganisasikan dan
menyederhanakan
sumber-sumber moral dan disajikan
dengan memperhatikan pertimbangan
psikologis untuk pertimbangan
pendidikan.
Tujuan pendidikan
karakter adalah mengajarkan nilai-nilai tradisional tertentu, nilai-nilai yang
diterima secara luas sebagai landasan perilaku yang baik dan
bertanggung jawab. Nilai-nilai
ini juga digambarkan sebagai perilaku moral.
Pendidikan karakter
selama ini baru
dilaksanakan pada jenjang pendidikan
pra sekolah/madrasah (taman
kanak-kanak atau raudhatul athfl).
Sementara pada jenjang
sekolah dasar dan
seterusnya kurikulum di Indonesia
masih belum optimal
dalam menyentuh aspek karakter ini,
meskipun sudah ada
materi Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan. Pada hal
jika bangsa dan
rakyat Indonesia ingin memperbaiki mutu
sumber daya manusia
dan segera bangkit
dari ketinggalannya, maka pemerintahan
Indonesia harus merombak
sistem pendidikan yang ada, antara lain memperkuat pendidikan karakter.
Mengingat banyak
nilai-nilai yang harus
dikembangkan dalam
pendidikan karakter, hal
ini dapat diklasifikasikan dalam
tiga komponen utama yaitu:
1.
Keberagamaan; terdiri dari
nilai-nilai
(a). Kekhusuan
hubungan dengan Tuhan Yang Maha
Esa;
(b). Kepatuhan
kepada agama;
(c). Niat baik dan
keikhlasan;
(d). Perbuatan
baik;
(e). Pembalasan
atas perbuatan baik dan buruk.
2. Kemandirian;
terdiri dari nilai-nilai
(a). Harga diri;
(b). Disiplin;
(c). Etos
kerja;
(d). Rasa
tanggung jawab;
(e). Keberanian
dan semangat;
(f). Keterbukaan;
(g). Pengendalian
diri.
3. Kesusilaan terdiri
dari nilai-nilai
(a). Cinta
dan kasih sayang;
(b). kebersamaan;
(c).
kesetiakawanan;
(d).
Tolong-menolong;
(e). Tenggang
rasa;
(f). Hormat
menghormati;
(g). Kelayakan/
kepatuhan;
(h). Rasa malu;
(i). Kejujuran;
(j). Pernyataan
terima kasih dan
permintaan maaf (rasa tahu diri).
Selain hal
tersebut di atas, Ratna Megawangi dalam buku Character Parenting Space, telah
menyusun kurang lebih ada sembilan karakter mulia yang harus
diwariskan yang kemudian
disebut sebagai sembilan
pilar pendidikan karakter, yaitu
:
a). Cinta
kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan kebenaran;
b). Tanggung
jawab, kedisiplinan dan kemandirian;
c). Amanah;
d). Hormat
dan santun;
e). Kasih
sayang, kepedulian dan
kerjasama;
f) percaya diri,
kreatif dan pantang menyerah;
g). Keadilan dan
kepemimpinan;
h). Baik dan
rendah hati;
i). Toleransi dan
cinta damai.
Adapun cara
untuk mengajarkan nilai-nilai
tersebut di atas,
Thomas Lickona memberikan penjelasan
ada tiga komponen
penting dalam membangun pendidikan
karakater yaitu moral
knowing (pengetahuan tentang moral),
moral feeling (perasaan
tentang moral) dan
moral action (perbuatan bermoral).
Ketiga komponen tersebut
dapat dijadikan rujukan implementatif dalam proses dan
tahapan pendidikan karakater. Selanjutnya, misi
atau sasaran yang
harus dibidik dalam
pendidikan karakter, meliputi:
Pertama kognitif,
mengisi otak, mengajarinya dari tidak tahu menjadi tahu, dan pada
tahap-tahap berikutnya dapat
membudayakan akal pikiran, sehingga dia
dapat memfungsi akalnya
menjadi kecerdasan intelegensia. Kedua, afektif,
yang berkenaan dengan
perasaan, emosional, pembentukan sikap di
dalam diri pribadi
seseorang dengan terbentuknya
sikap, simpati, antipati,
mencintai, membenci, dan lain sebagainya. Sikap ini semua dapat
digolongkan sebagai kecerdasanemosional. Ketiga,
psikomotorik, adalah berkenaan
dengan tindakan, perbuatan, perilaku, dan lain sebagainya. Apabila dikombinasikan ketiga
komponen tersebut dapat
dinyatakan bahwa memiliki pengetahuan
tentang sesuatu, kemudian
memiliki sikap tentang hal
tersebut, selanjutnya berperilaku
sesuai dengan apa
yang diketahuinya dan apa
yang disikapinya. Karena
itu, pendidikan karakter meliputi ketiga aspek tersebut,
seorang peserta didik mesti mengetahui apa yang
baik dan apa
yang buruk. Persoalan
yang muncul adalah
bagaimana seseorang memiliki sikap terhadap baik dan buruk, dimana
seseorang sampai ketingkat
mencintai kebaikan dan
membenci keburukan. Pada
tingkat berikutnya
bertindak, berperilaku sesuai
dengan nilai-nilai kebaikan, sehingga menjadi akhlak dan
karakter mulia. Thomas Lickona menyebutkan lima pendekatan tersebut adalah:
1. Pendekatan penanaman
nilai (inculcation approach),
2. Pendekatan
perkembangan moral kognitif (cognitive
moral development approach),
3. Pendekatan analisis
nilai (values analysis approach),
4. Pendekatan
klarifikasi nilai (values clarification
approach),
5. Pendekatan
pembelajaran berbuat (action learning
approach).
1.
Pendekatan
Penanaman Nilai
Pendekatan penanaman
nilai (inculcation approach)
adalah suatu pendekatan yang
memberi penekanan pada
penanaman nilai-nilai sosial dalam
diri peserta didik.
Superka dalam disertasinya
yang berjudul A Typology
of Valuing Theories
and Values Education
Approaches mengatakan bahwa tujuan
pendidikan nilai adalah:
Pertama, diterimanya nilai-nilai sosial
tertentu oleh peserta
didik; Kedua, berubahnya
nilai-nilai peserta didik yang
tidak sesuai dengan
nilai-nilai sosial yang
diinginkan.
Metode yang
digunakan dalam proses pembelajaran menurut pendekatan ini antara lain:
keteladanan, penguatan positif dan negatif, simulasi, permainan peranan, dan
lain-lain.
2. Pendekatan Perkembangan Kognitif
Pendekatan ini
dikatakan sebagai pendekatan perkembangan kognitif karena karakteristiknya memberikan
penekanan pada aspek
kognitif danperkembangannya.
Pendekatan ini mendorong
perserta didik untuk berpikir aktif
tentang masalah-masalah moral,
maupun dalam membuat keputusan-keputusan moral.
Perkembangan moral
menurut pendekatan ini dilihat sebagai perkembangan tingkat berpikir dalam
membuat pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu
tingkat yang lebih tinggi.
Adapun tujuan
yang ingin dicapai
oleh pendekatan ini
ada dua hal yang
utama. Pertama, membantu
peserta didik dalam
membuat pertimbangan moral yang
lebih kompleks berdasarkan
kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong peserta
didik untuk mendiskusikan alasan-alasannya
ketika memilih nilai
dan posisinya dalam
suatu masalah moral. Proses
pengajaran nilai menurut
pendekatan ini didasarkan
pada dilema moral, dengan
menggunakan metode diskusi kelompok. Pendekatan
perkembangan kognitif mudah
digunakan dalam proses pendidikan disekolah,
karena pendekatan ini
memberikan penekanan pada aspek
perkembangan kemampuan berpikir.
Karena itu, pendekatan
yang terakhir inimemberikan perhatian
sepenuhnya kepada isu
moral dan penyelesaian masalah
yang berhubungan dengan pertentangan nilai tertentu dalam masyarakat,
penggunaan pendekatan ini
menjadi menarik.
Penggunaannya dapat menghidupkan
suasana kelas. Teori awrence
Kohlberg tentang
tahap-tahap perkembangan moral dinilai paling konsisten dengan teori ilmiah,
peka untuk membedakan kemampuan dalam membuat pertimbangan moral,
mendukung perkembangan moral,
dan melebihi berbagai teori lain
yang berdasarkan kepada hasil penelitian empiris.
3. Pendekatan Analisis Nilai
Pendekatan analisis
nilai (values analysis
approach) memberikan penekanan pada
perkembangan kemampuan peserta
didik untuk berpikir logis, dengan
cara menganalisis masalah
yang berhubungan dengan
nilai-nilai sosial. Jika
dibandingkan dengan pendekatan
perkembangan kognitif, salah satu
perbedaan diantara keduanya
adalah pendekatan analisis
nilai lebih menekankan pada
pembahasan masalah-masalah yang
memuat nilai-nilai sosial. Adapun
pendekatan perkembangan kognitif memberi penekanan pada dilema
moral yang bersifat
perseorangan.
Karena itu,
pendekatan analisis lebih memberikan
pemahaman pada aspek
nilai-nilai moral yang dapat diterapkan pada kehidupan sosial.
4. Pendekatan Klarifikasi Nilai
Pendekatan klarifikasi
nilai (values clarification
approach) memberi penekanan pada
usaha untuk membantu
peserta didik dalam
mengkaji perasaan dan perbuatannya
sendiri, serta meningkatkan
kesadaran mereka tentang
nilai-nilai mereka sendiri. Adapun tujuan pendidikan nilai menurut pendekatan ini
ada tiga, yaitu:
Pertama, membantu peserta
didik untuk menyadari dan
mengidentifikasi nilai-nilai mereka
sendiri serta nilai-nilai orang lain.
Kedua, membantu peserta
didik agar mereka
mampu berkomunikasi secara terbuka
dan jujur dengan
orang lain, berhubungandengan nilai-nilai yang dapat
diaktualisasikan dalam kehidupannya sendiri.
Ketiga, membantu
peserta didik, agar mereka mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan
berpikir rasional dan kesadaran emosional, untuk memahami perasaan,
nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri.
Jadi, pendektan klasifikasi
nilai bisa memberikan
wawasan yang lebih
objektif bagi peserta didik dalam menjalani kehidupan sosialnya sesuai
dengan nilai-nilai moral yang berlaku untuk membentuk karakternya.
5. Pendekatan pembelajaran berbuat
(action learning approach) memberi penekanan
pada usaha memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan
perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-sama
dalam suatu kelompok.Adadua tujuan utama dari
pendidikan moral berdasarkan
kepada pendekatan ini.
Pertama, memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk
melakukan perbuatan moral, baik
secara perseorangan maupun secara bersama-sama, berdasarkan nilai-nilai mereka
sendiri. Kedua, mendorong
peserta didik untuk
melihat diri mereka sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam
pergaulan dengan sesama, yang
tidak memiliki kebebasan
sepenuhnya, melainkan sebagai
warga dari suatu masyarakat, yang harus mengambil bagian dalam suatu proses
demokrasi. Metode-metode pengajaran yang digunakan dalam pendekatan analisis
nilai dan klarifikasi nilai
digunakan juga dalam pendekatan ini.
Dengan demikian,
hasil pembelajarannya ialah
terbentuknya kebiasaan berpikir dalam arti peserta didik memiliki
pengetahuan, kemauan dan
keterampilan dalam berbuat
kebaikan. Melalui pemahaman
yang komprehensif ini diharapkan
dapat menyiapkan pola-pola
manajemen pembelajaran yang dapat menghasilkan peserta didik yang
memiliki karakter yang kuat dalam arti memiliki ketangguhan dalam keilmuan,
keimanan, dan ketakwaan, baik secara pribadi maupun sosial.
Pendidikan karakter
sekarang ini mutlak
diperlukan bukan hanya
di lembaga pendidikan, tetapi
juga di rumah
maupun lingkungan sosial.
Adapun stakeholder dan
peserta pendidikan karakter
bukan lagi anak
usia dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa.Realitas ini
menunjukkan bahwa pendidikan
karakter diperlukan untuk
kelangsungan hidup berbangsa
dan bernegara bagi masyarakat
Indonesia. Pada era
globalisasi sekarang ini, tuntutan terhadap pendidikan karakter
menjadi sangat penting agar lulusan di berbagai jenjang dapat bersaing dengan
rekan-rekannya di berbagai belahan dunia lain.
Tatanan sumber
daya manusia beberapa tahun ke depan memerlukan good character
pada semua aspek
kehidupan. Karena itu,
pendidikan karakter merupakan kunci keberhasilan individu dalam
kehidupan sosialnya. Karakter yang baik ini dapat dikembangkan melalui model
pendidikan yang tepat. Secara definitif dapat dikatakan bahwa karakter
merupakan nilai-nilai perilaku
manusia yang berhubungan
dengan Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat
istiadat. Karena itu, pendidikan menjadi salah satu wahana utama untuk
pengembangan karakter tersebut. Sebenarnya pengembangan karakter yang didasarkan
pada nilai-nilai yang diajarkan dalam
agama, seperti Islam,
membuat pembentukan kepribadiaan
bagi peserta didik menjadi lebih kuat dalam membangun watak kehidupan sosial
masyarakat Indonesia yang
sangat diperlukan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara. Karena
itulah, gagasan pendidikan karakter Thomas Lickona harus
dilihat dalam konteks kehidupan masyarakat Indonesia yang
punya kecenderungan kepada
ketaatan kepada ajaran agamanya dan inilah yang menjadi
karakteristik dari masyarakat Indonesia secara keseluruhan.
Dengan demikian,
pendidikan karakter adalah
pendidikan yang menekankan pada
pembentukan nilai-nilai karakter
berdasarkan ajaran agama dan
diajarkan kepada peserta didik. FW Foerster (1869-1966) seorang pencetus pendidikan
karakter dari Jerman,
merumuskan empat ciri
dasar pendidikan karakter, yaitu: Pertama, pendidikan karakter
menekankan setiap tindakan
berpedoman terhadap nilai
normatif. Para peserta
didik dituntut menghormati norma-norma
yang ada serta berpedoman pada norma tersebut.
Kedua, adanya
koherensi untuk membangun
rasa percaya diri
dengan keberanian, sehingga peserta
didik akan menjadi
pribadi yang teguh pendirian, dan tidak mudah
terombang-ambing, dan tidak takut resiko setiap kali menghadapi situasi baru
yang cenderung berubah secara gradual tanpa bias diantisipasi oleh mereka.
Ketiga, adanya
otonomi, yakni peserta didik menghayati
dan mengamalkan aturan
dari luar sampai
menjadi nilai-nilai yang akan
membentuk karakter bagi
pribadinya. Dengan begitu,
peserta didik mampu mengambil keputusan mandiri tanpa dipengaruhi oleh
desakan dari pihak luar.
Keempat, adanya
keteguhan dan kesetiaan.
Keteguhan adalah daya tahan
peserta didik dalam
mewujudkan apa yang
dipandang baik. Sedangkan kesetiaan
merupakan dasar penghormatan
atas komitmen yang dipilih.
Jadi, pendidikan
karakter menjadi dasar
dalam pengembangan karakter yang
berkualitas dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara
bagi rakyat Indonesia, dengan
tidak mengabaikan nilai-nilai
sosial seperti kejujuran, toleransi,
kebersamaan, kegotongroyongan, saling membantu dan mengormati dan
lain sebagainya. Pendidikan
karakter akan melahirkan pribadi unggul yang tidak hanya
memiliki kemampuan kognitif saja, namun juga
memiliki karakter yang
mampu mewujudkan kesuksesan
dalam kerangka dasar sebagai
pribadi yang religious
seperti pada masyarakat Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Indonesia adalah
negeri dengan penduduk keempat terbesar di dunia dan
hidup di wilayah
benua maritime yang sangat
kaya dari semua aspeknya. Jika pembangunan
budaya dan peradabannya tidak tertinggal,
maka bersamaan dengan
terus meningkatnya kualitas sumber daya
manusia di seluruh
dunia, sudah tentu
pada saatnya Indonesia akan
berkembang menjadi salah satu kiblat peradaban umat manusia. Pendidikan
karakter memerlukan upaya-upaya
pencerahan dalam membentuk kepribadian,
watak, dan karakter
generasi muda sekarang agar
menghasilkan insan-insan unggulan di segala bidang.
Dari uraian
yang telah dikemukakan di
atas, dapatlah diambil beberapa kesimpulan tentang
pendidikan untuk membentuk karakter
1.
Pendidikan untuk
pengembangan karakter merupakan bagian penting
dalam kehidupan manusia
dalam rangka untuk
membentuk jati diri manusia
demi terciptanya pribadi
rakyat Indonesia yang berkeberadaban dan bermoralitas dalam
kehidupan sosialnya.
2.
Proses pembinaan
dan pendidikan untuk
pengembangan karakter dilakukan secara sadar oleh semua stakeholder
melalui perencanaan yang baik, sistematis
dan berkelanjutan pada
setiap aspek kehidupan terutama pada institusi pendidikan
seperti sekolah maupun perguruan tinggi. Karena
karakter tidak dapat
dibentuk dengan mudah
dan tenang, hanya melalui
pengalaman mencoba dan
mengalami dapat menguatkan
jiwa, menjelaskan visi, menginspirasikan ambisi
dan mencapai sukses
Semua warga
masyarakat, bangsa, dan
negara, pendidik dan tenaga kependidikan pada satuan
pendidikan formal dan nonformal, sampai dengan para pemimpin dalam semua level
mempunyai tugas dan tanggung jawab
moral untuk dapat
memahami (knowing), mencintai (loving) dan melaksanakan (implementing) nilai-nilai
etika inti (core ethical
values)dalam kehidupan pribadi
dan masyarakat secara
keseluruhan untuk membangun keberadaban
bangsa yang bermartabat.
Maka dari itu, pendidikan untuk
pengembangan karakter memerlukan
upaya-upaya pencerahan dalam membentuk
kepribadian, watak, dan
karakter generasi muda sekarang
agar menghasilkan insan-insan
unggulan di segala
bidang untuk kemajuan bangsa dan Negara Indonesia.
Daftar Pustaka
Lickona 1991; Marvin W. Berkowitz & Melinda C Bier. 2005. What
Works In Character Education: A research-driven guide for educators.Washington
DC: Character Education Partnership,
Lickona, Thomas. 2012. Character Matters. Bandung: Bumi Aksara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung di blog saya, semoga bermanfaat. Jangan lupa komen ya