MENULIS SEBAGAI KETRAMPILAN BERBAHASA
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas
Matakuliah
Konsep Dasar Bahasa Indonesia
Oleh:
Fauziah Rachmawati
MENULIS
SEBAGAI KETRAMPILAN BERBAHASA
Kekuatan yang dasyat
bukan bersumber dari tubuh yang berotot, tetapi dari pikiran-pikiran cemerlang
yang menjadi pencerah (Mahatma Gandhi)
Aku adalah sebuah pensil
untuk menulis sebuah kata. Tuhan yang menggerakkan tanganku untuk menulis surat
cintaNya untuk semua penghuni dunia (Mother Theresa)
A.
MENULIS
Keterampilan menulis
memiliki peran yang
sangat penting karena setiap
tugas yang diberikan
guru dapat dilakukan
dengan baik apabila siswa
memiliki keterampilan menulis
yang baik. Keterampilan
menulis sangat diperlukan oleh
siswa untuk menyelesaikan
tugas dan kewajiban
yang bersifat tertulis. Menulis
merupakan suatu kegiatan yang bersifat produktif, dan ekspresif (Nurul, 2011:
16). Artinya bahwa dalam kegiatan menulis ini merupakan kegiatan yang
menghasilkan sebuah tulisan.
Menulis merupakan
kegiatan yang memerlukan kemampuan yang bersifat kompleks. Kemampuan yang diperlukan
antara lain kemampuan berpikir teratur dan logis, kemampuan mengungkapkan
pikiran atau gagasan secara jelas, dengan menggunakan bahasa
yang efektif, dan
kemampuan menerapkan kaidah
tulis-menulis dengan baik
(Zuchdi dan Budiasih,
2007: 71).
Menulis adalah
kegiatan komunikasi berupa
penyampaian pesan secara tertulis kepada
pihak lain. Aktifitas
menulis melibatkan unsur
penulis sebagai penyampai pesan,
pesan atau isi
tulisan, media tulisan
dan pembaca sebagai penerima pesan (Suparno dan Yunus,
2008: 1.35).
Menurut Tarigan
(1995, dalam Syarif,
dkk. 2009: 5),
menulis berarti mengekspresikan
secara tertulis gagasan, ide, pendapat atau pikiran, dan perasaan. Sarana
mewujudkan hal itu
adalah bahasa. Isi
ekspresi melalui bahasa
itu akan dimengerti orang lain
atau pembaca bila dituangkan dalam bahasa yang teratur, sistematis, sederhana,
dan mudah dimengerti.
Kemampuan menulis
pada siswa dapat
diperoleh melalui proses
yang panjang. Sebelum sampai
pada tingkat mampu
menulis siswa harus
mulai dari lambang-lambang bunyi
untuk diingat sebagai
dasar pengetahuan menulis. Pengetahuan dan
kemampuan yang diperoleh
pada tingkat permulaan
itu akan menjadi dasar
peningkatan dan pengembangan
kemampuan siswa selanjutnya.
Apabila dasar itu baik, kuat, maka dapat diharapkan hasil
pengembanganpun akan baik pula dan apabila dasar itu kurang baik atau lemah,
maka dapat diperkirakan hasil pengembangannya akan kurang baik juga.
B.
JENIS-JENIS
TULISAN
Menilik dari panjang pendeknya,
sebuah tulisan atau karya tulis dapat dibagi menjadi karangan pendek atau
karangan panjang (buku). Pendek atau panjangnya sebuah tulisan sangat relatif
ukurannya. Cerita pendek, sebagai contoh, ada yang hanya terdiri atas tak lebih
dari 5000 karakter termasuk spasi (kira-kira 3 halaman kuarto ketik berhuruf
ukuran 14 points dan berspasi tunggal), tetapi ada yang panjangnya 10 atau 20
kali lipat dari itu.
Beberapa acuan berikut bisa menjadi
pegangan Anda dalam memperhitungkan panjang tulisan :
1. Karakter huruf sebagai ukuran.
Karakter atau huruf menjadi patokan terpenting dan terakurat dalam membicarakan
atau menentukan panjang tulisan. Tulisan yang pas untuk mengisi satu halaman
majalah berukuran kuarto adalah kira-kira 4000 karakter (termasuk spasi antar
kata yang dihitung 1 karakter). Artikel populer yang ditulis untuk surat kabar
lazimnya terdiri atas 5000-7000 karakter (termasuk spasi antar kata). Satu
halaman buku saku (pocket book) normalnya terdiri atas sekitar 1500 karakter.
2. Kata sebagai parameter.
Kata bisa juga dipakai sebagai penentu panjang tulisan walaupun tidak seakurat
penghitungan berdasarkan karakter huruf, sebab ada kata yang terdiri atas
sedikit karakter dan ada kata yang terdiri atas banyak karakter. Dalam bahasa
Indonesia, misalnya kata "ia" hanya terdiri atas 2 karakter,
sedangkan kata "mempertanggungjawabkan" terdiri atas 22 karakter.
Tetapi keduanya masing-masing dianggap satu kata.
3. Panjang tulisan berdasarkan halaman.
Buku serius lazimnya memiliki jumlah halaman lebih dari 100 lembar (50 halaman
bolak-balik). Tetapi sesungguhnya jumlah halaman tak dapat dipakai sebagai
patokan untuk menilai mutu sebuah buku. Novel "Peace and War" karya
Leo Tolstoy terdiri atas lebih kurang 1000 halaman bila dicetak dalam format
buku. Contoh tersebut hanya sebagai motivasi bagi Anda yang ingin menulis
secara serius. Mulailah menulis artikel, berita, atau cerita pendek singkat
sepanjang beberapa halaman.
4. Buku dalam beberapa jilid.
Cerita silat terkenal panjang. Kalau cuma terdiri atas 30 jilid, sebuah judul
cerita silat dianggap lumrah saja. Ensiklopedi terdiri atas banyak jilid, namun
ditulis oleh banyak orang pula. Dalam hal ini sebetulnya Anda tidak ditantang
untuk menulis dalam beberapa jilid buku, tetapi didorong untuk menulis dengan
bagus.
Jenis tulisan berdasar isi cerita dibedakan menjadi tiga.
- 1. Fiksi
Fiksi
adalah penulisan yang menceritakan tentang kejadian-kejadian yang ‘direkayasa’,
lengkap dengan karakternya. Kadangkala, fiksi dapat berupa kejadian imajinatif
yang serupa dengan kejadian nyata hari-hari, sehingga tidak 100% direkayasa.
Fiksi sendiri terbagi menjadi 4 kategori utama :
a. Cerpen
adalah karya singkat dari sebuah fiksi yang memiliki elemen plot, konflik,
karakter, setting & dialog, namun biasanya hanya fokus pada 1-2 karakter
dan 1 kejadian. Cerpen cenderung ‘memperlihatkan’ karakter si tokoh pada satu
peristiswa penting daripada membangunnya melalui beberapa kejadian. Dengan
membaca cerpen, pembaca dapat menarik kesimpulan & kesan secara menyeluruh,
walau hanya berdasarkan satu/kejadian penting tersebut
b. Novel
adalah karya panjang dari sebuah fiksi. Elemen-elemennya dari novel antara lain plot, karakterisasi,
tema & setting) dibangun secara mendetail. Pada novel terdiri dari 1 plot
utama dan beberapa sub-plot pendukung. Karya fiksi yang lebih pendek dari novel
namun lebih panjang dari cerpen disebut novella.\
c.
Ada 7 elemen utama yang penting banget dalam menulis sebuah cerita
1. TemaWhat is my story about?
What is the purpose of my story?
Dua hal di atas adalah pertanyaan wajib yg harus dijawab sebelum mulai membuat cerita, barulah setelah itu akan terbentuk tema cerita. Tema adalah struktur dasar (backbone) cerita yang mendasar dan amat penting. Dengan tema, desain
keseluruhan ceritamu akan tepat, kata-kata akan mengalir, dan karaterisasi tokoh dapat terbentuk lebih baik.
d. 2.
Plot
Plot adalah sesuatu yang terjadi atau dilakukan oleh si tokoh/karakter. Membuat
plot dalam point-point penting, lalu memecahnya lagi dalam sub-plot (apabila
perlu). Kemudian menyertakan konflik dapat membuat plot menjadi lebih menarik.
Konflik terjadi karena aksi-reaksi dari para karakter tsb. Dalam konflik ini,
karakter akan lebih hidup.
3. Setting
Merupakan latar belakang tempat, waktu, serta keadaan dari cerita tsb. Setting
memiliki peran dalam mempengaruhi mood/atmosphere cerita, serta membuat cerita
kita lebih realistis.
4. Sudut pandang atau point of view
Point of View/sudut pandang adalah posisi yang digunakan penulis dalam
menceritakan ceritanya.
Point of view terdiri dari 3 macam:
1) Sudut pandang orang pertama
e. Menggunakan
kata ‘aku,saya,-ku’. Pemilihan terhadap PoV ini dikarenakan penulis:
a. membuat cerita lebih ‘personal’
b. Menyelami pemikiran 1 karakter saja
c. membuat seolah-olah penulis langsung berbicara dengan pembaca
f. 2)
Sudut pandang orang ketiga—terbatas
g. Menggunakan
kata ‘dia,mereka,-nya’. Pemilihan terhadap PoV ini dikarenakan penulis:
a. menyediakan lebih banyak info tentang para karakter & kejadian-kejadian
b. memperlihatkan kejadian melalui mata dari 1 karakter
c. Encourage pembaca untuk mencari tahu tentang si karakter
Pada PoV ini, penulis tahu karakter seseorang seolah-olah atas apa yang dilakukan & dikatakan karakter lainnya, sehingga pembaca dapat menilai keseluruhan cerita dengan lebih obyektif.
3) 3) Sudut pandang orang ketiga—tak terbatas
Menggunakan kata ‘dia,mereka,-nya’. Pemilihan terhadap PoV ini dikarenakan
penulis:
a. menciptakan full view tentang semua karakter & kejadian
b. memperlihatkan apa yang semua karakter rasakan dan pikirkan
c. menciptakan sudut yang luas terhadap keseluruhan cerita
Perbedaannya dgn no.2 adalah: si penulis di sini menjadi orang yang ‘tahu
segalanya’. Pembaca berkesempatan menilai cerita dari segala aspek, dan dapat
lebih obyektif lagi daripada PoV orang ke-3 terbatas.
5. Karakterisasi
Dalam cerita ada yg namanya tokoh utama (main character) dan tokoh pengganggu (obstacle character).
a. Tokoh utama adalah tokoh yang memiliki belief sesuai dengan filosofi/goal
dari cerita. Ia juga tokoh yang mendapat simpati & paling dicintai pembaca.
Biasanya tokoh utama adalah si protagonis (the good guy).
• Tokoh pengganggu : tokoh yang memiliki belief bertolak belakang dengan
filosofi/goal cerita, sehingga terjadi konflik dengan si tokoh utama. Ia
disebut juga si antagonis (the bad guy).
“Every good book begins with good characters.” — Jasmine Creswell
Penulis dapat menciptakan karakter yang tak terlupakan melalui karakterisasi,
yaitu beberapa cara lain untuk mengatakan/memperlihatkan kepada si pembaca
mengenai karakter dalam cerita antara lain
1.Sifat karakter. Contoh: ketus, ramah, suka bercanda
2.Aksi dari karakter.
3.Latar belakang karakter. Contoh: masa kecil, pengalaman masa lalu
4.Reaksi dari satu karakter terhadap sifat karakter lain
5.Dialog para karakter
6.Perasaan, pemikiran, serta keinginan si karakter
7.Komentar dari karakter lain tentang orang tersebut
8.Perasaan, pemikiran, dan aksi dari karakter lain
9.Komentar langsung dari penulis mengenai sifat asli dan kepribadian karakter tersebut
h. Ciri-ciri tulisan tulisan fiksi
a. Mengandalkan imajinasi
b. Tidak menutup kemungkinan berdasarkan fakta
c. Jenisnya berupa puisi, cerpen, novel, novelet, dan scenario
d. Sering juga disebut penulisan kreatif (creative
writing)
2. Nonfiksi
Ciri-ciri nonfiksi
a. Berdasarkan fakta dan data
b. Bentuknya: berita, artikel, feature, kolom, essai, dan
tajuk rencana
c. Masing-masing mempunyai ciri khas, baik dalam bentuk
penyusunannya, konsumsi serta kegunaannya
d. Khusus untuk berita biasanya ditulis seorang wartawan,
lainnya bisa oleh siapa saja (penulis)
Jenis tulisan nonfiksi
1. Buku
teks
2. Artikel
adalah tulisan lepas berisi
opini seseorang yang mengupas tuntas suatu masalah tertentu yang sifatnya
aktual dan atau kontroversial dengan tujuan utk memberitahu (informatif),
memengaruhi dan menyakinkan (persuasif argumentatif), atau menghibur khalayak
pembaca.
Kharakteristik artikel
a. Ditulis dengan atas nama (by line story)
b. Mengandung gagasan aktual dan atau kontroversial
c. Gagasan yang diangkat harus menyangkut kepentingan
sebagian terbesar khalayak pembaca
d. Ditulis secara referensial dengan visi intelektual
e. Disajikan dalam bahasa yang hidup, segar, populer, dan
komunikatif
f. Singkat dan tuntas
g. Orisinal
3. Esai
4. Laporan
5. resume
6. Faksi
a. Berdasarkan
fakta
b. Dikemas
dengan cara fiktif
c. Biografi
atau otobiografi contohnya
d. Tidak
membosankan
e. Menggunakan
bahasa populer
f. Isinya mengalir
Jenis
tulisan yang termasuk dengan tulisan faksi
a. Feature
b. Diary
c. Memoar
d. Biografi
e. Autobiografi
C. MEMILIH TEMA TULISAN
Untuk belajar menjadi penulis, kita dapat memulai
dengan tema (atau lebih tepatnya sub tema) apa saja yang paling disuka. Mereka
yang gemar sepakbola silahkan iseng-iseng menulis analisis suatu (bakal
pertandingan) atau bakal suatu novel yang bercerita tentang suka duka dan seluk
beluk dunia sepakbola dan segala kontroversinya, pasti seru. hal ini yang
pernah dilakukan oleh penulis cerita anak-anak terkenal dari Inggris, Enid
Blyton yang terkenal dengan karya-karyanya yang terkenal, khususnya "The
Famous Five" (Lima Sekawan).
Menulis suatu topik secara detil lebih mudah daripada
mengait-ngaitkan topik tersebut dengan hal-hal lain. Tema bisa ditulis secara
kontradiktif. Contohnya, tema cinta yang sudah sangat sering digarap orang,
dapat sorot dari sudut pandang baru yang kontroversial. Misalnya cinta katanya
indah, pada kenyataannya cinta tak tampak indah semata-mata, melainkan juga
gombal, penuh intrik.
Beberapa tema yang menarik yang bisa dijadikan ide penulisan, antara lain :
1.
Romansa perang. Tema cinta, persahabatan,
atau perjuangan yang mengambil latar belakang sejarah perang dunia II cukup
banyak digarap. Asmara dipertentangkan dengan heroisme cinta tanah air.
Kemudian kisah dipelintir menjadi happy ending bersamaan dengan selesainya
perang.
2.
Tokoh eksentrik. Banyak novel bagus
menokohkan seseorang yang hidup eksentrik. Contohnya : bahwa tokoh tersebut
adalah seorang kanibal, maniak atau pembunuh berantai. Anda pun boleh mencoba
menciptakan tokoh imajinatif (seperti Batman yang populer lewat komik) untuk mendukung
penyampaian tema.
3.
Cerita rakyat. Cerita rakyat atau
dongeng fantastis tak ketinggalan muncul sebagai tema besar. Ternyata apabila
dikerjakan dengan bagus, cerita rakyat dan dongeng bisa tampil menjadi kisah
hebat pula. Contoh : Yeti manusia raksasa yang konon hidup di pegunungan
Himalaya atau naga di Danau Lochness di Eropa.
4.
Fabel. George Orwell pernah
menampilkan setting kehidupan hewan (atau apa yang selama ini dikenal sebagai
cerita fabel yaitu cerita yang menokohkan binatang) dalam karyanya yang cukup
ternama "Animal Farm". Kisah dalam film kartun "Ice Age"
pun merupakan fabel yang sangat berhasil. Manusia dapat bercermin dari fabel
yang tak lain tak bukan adalah replika hidupnya sendiri.
5.
Hantu atau horor. Ingat hanti pasti
ingat film "Hantu Jeruk Purut", bukan ? Cerita film seperti itu bisa
berasal dari kisah kejadian nyata, urban legend ataupun berangkat dari sebuah
karya tulis (novel). Atau memang khusus karya tulisan skenario (memang dibuat
untuk difilmkan). Tema hantu atau horor sebaiknya digarap tanpa sama sekali
melupakan akal sehat, sehingga tidak menjadi terlalu khayal (yang terkadang
malah mengundang gelak tawa).
6.
Teenlit. Terakhir kita mengenal
teenlit (teenagers literature) yang mengupas habis tema-tema seputar kehidupan
remaja. Cinta sudah pasti masuk sebagai menu utama subtema. Kemudian ada pula
sub-tema khas anak muda, seperti : pencarian diri, mode, persahabatan,
perseteruan antar kelompok, kehidupan seputar sekolah atau kampus, hingga soal
jerawat.
Tema-tema baru senantiasa bisa digali sesuai dengan keadaan dan kebutuhan. Banyak
penulis besar menulis mengikuti insting atau nalurinya semata-mata. Barulah
setelah tulisannya selesai, pembaca atau kritikus ramai-ramai mempersoalkan
tema karya tersebut, padahal penulisnya tak pernah merencanakan dan mengarahkan
buah penanya pada suatu tema eksklusif.
D. MEMULAI MENULIS TULISAN
Semua orang tahu bahwa kisah Harry Potter yang ditulis
J.K. Rowling dan menjadi karya best seller dunia itu hanya khayalan semata.
Ternyata mutu karya tulis tidak ditentukan oleh apakah ia kisah nyata atau
khayalan. Fakta atau fiksi, keduanya sama-sama bisa menjadi karya tulis nomor
satu. Modal apa yang perlu dimiliki seseorang untuk menjadi penulis cerita atau
buku imajinasi atau fiksi jempolan (dalam arti bakal disukai banyak pembaca
alias berpotensi menjadi best seller).
1. Membuat jalinan cerita yang kompleks.
Begitu
banyak ide cerita yang bisa digali untuk kemudian dikompilasi menjadi suatu
cerita baru yang sama sekali berbeda. Plagiat sah-sah saja kalau kita menggabungkan
berbagai ide cerita dari, misalnya, 50 macam cerita mini seri yang pernah kita
tonton menjadi satu cerita yang sama sekali baru dengan penambahan atau revisi
di sana-sini. Namun memang akan lebih baik bila ide cerita yang kita tulis sama
sekali baru dan bukan sekedar mengekor dari berbagai ide cerita yang pernah
ada.
2. Menciptakan tokoh berkarakter kuat.
Tokoh cerita
rekaan mestilah memiliki karakter kuat. Usahakan mengikuti keyakinan masyarakat
umum atau sama sekali menabraknya (biar jadi cerita kontroversial). Jangan
tanggung-tanggung jangan setengah-setengah. Fiksi atau cerita rekaan
didefinisikan sebagai cerita yang diciptakan dan dikarang oleh penulis,
termasuk fiksi ilmiah, dongeng imajinatif, novel picisan dan naskah telenovela.
3.
Menghadirkan kejutan tak terduga.
Menghadirkan
kejutan tak terduga sangat penting dalam pembuatan sebuah cerita. Karena
kejutan ini dapat membuat pembaca penasaran, hafal dengan gaya tulisan kita,
dan membuat pembaca tidak rela untuk meninggalkan tulisan kita.
4.
Menggunakan gaya bahasa yang
istimewa.
Kalau cerita
tak membuat perbedaan berarti, giliran bahasa yang memegang peranan dalam
menentukan mengapa suatu karya tulis dapat dinilai lebih baik atau lebih jelek
daripada karya lain. Penulis harus memiliki kepekaan bahasa istimewa dan mahir
menggunakan bahasa dalam mewujudkan karyanya, termasuk sampai perkara-perkara
paling kecil, seperti menyiasati tanda baca. Anda sangat dianjurkan terus
menerus memperdalam kemampuan bahasa Anda. Rajin membaca karya tulis bermutu
dapat mengasah ketajaman bahasa Anda, sekaligus pula bisa memperdalam kemampuan
daya ungkap Anda dengan menggunakan bahasa. Makanya banyak-banyaklah membaca!
5.
Mengenali calon pembaca.
Seorang
penulis wajib mengetahui siapa kira-kira calon pembacanya dalam hal usia, jenis
kelamin, jenis tulisan, pangsa pasar, serta budaya.
Bagi beberapa orang, mengarang cerita rekaan ini lebih
menyenangkan daripada menulis laporan, atau opini yang harus memperhatikan
fakta dan teori. Sebaliknya, bagi beberapa orang lain, menulis fiksi sama
sekali tidak menarik.
Salah satu pertanyaan yang sering muncul berbunyi,
"Apakah seseorang harus belajar mulai dari menulis fiksi atau menulis
fakta ? Tidak ada jawaban yang pasti terhadap pertanyaan ini,
Dengan pengetahuan tentang elemen-elemen dasar dan
semangat yang berkobar dan setumpuk kesabaran, tidak terlalu sulit untuk
menulis sebuah cerita (baik fiksi, nonfiksi, atau faksi).
Hal-hal yang
harus diperhatikan untuk menulis cerita fiksi (cerpen maupun novel) ?
1. Membaca.
Membaca
sangat penting bagi setiap orang yang ingin menulis. Demi meningkatkan
kemampuan menulis cerita, Anda mula-mula harus banyak membaca. Ini bukan hanya
memberi motivasi dan inspirasi kepada Anda, tetapi juga membantu Anda memahami
bagaimana penulis lain memikat pembaca dan bagaimana mereka menerapkan gaya
mereka. Dari sana, Anda membangun gaya bertutur Anda sendiri.
2.
Mendapatkan ilham.
Bagi para
penulis yang sudah jago, ilham tampaknya datang begitu saja setiap saat. Bagi
penulis baru ? Jangan khawatir, ilham bisa didapat dimana-mana. Inspirasi bagi
Anda bisa berupa sebuah benda, seseorang yang membuat Anda terkesan atau mau
muntah, atau peristiwa yang tak terlupakan.
3. Merumuskan
konsep cerita.
Merumuskan
cerita berguna mengonsep cerita yang akan ditulis. Misalnya ingin menyampaikan
cerita tentang seseorang lelaki yang jatuh cinta pada peri. Bagaimana mereka
bisa bertemu? Apa menariknya percintaan manusia dan peri? Apakah ia
menceritakan kisah cintanya kepada keluarga atau teman-temannya?
4. Menulis peristiwa
kunci.
Tulislah
daftar peristiwa yang akan terjadi dalam cerita Anda. Tulislah
karakter-karakter yang akan menghidupkan cerita. Tidak harus detil. Ini hanya
sketsa kasar jalan ceritanya.
5.
Memahami karakter-karakter tokoh.
Menulis cerita baik cerita pendek maupun novel kira-kira sama dengan
menceritakan sebuah peristiwa yang dialami "seseorang" atau
"beberapa orang ". Kenali tokoh itu sedalam-dalamnya dan akan bisa
menuturkan cerita yang menarik tentangnya. Bikinlah tokoh Anda masuk akal
tetapi menyimpan misteri.
6.
Membangun plot yang memikat.
Memperbesar konflik selama cerita berjalan. Ini akan
membuat pembaca dengan senang hati melahap cerita sampai selesai.
7.
Membuat pembukuan.
8.
Menggunakan dialog.
Dialog penting untuk menghidupkan cerita. Gunakan dialog untuk memperkuat
cerita dan menghidupkan karakter. Jangan menggunakannya untuk
berpanjang-panjang.
E. ALUR CERITA DALAM TULISAN
Jika tulisan atau novel biasa dimulai saat tokohnya
remaja dan berakhir ketika sang tokoh meninggal dunia, penulis tertentu
kadang-kadang memulai ceritanya sewaktu sang tokoh misalnya, sedang sekarat
terbaring di tempat tidur, baru selanjutnya dikisahkan kembali pengalaman hidup
tokoh pada masa silam. Cara bercerita ini dikenal sebagai mengikuti alur
mundur. Di antara banyak tulisan atau buku yang berkisah dalam alur maju,
sesuai pergerakan waktu, menulis dengan pola alur mundur (atau maju-mundur)
mula-mula dianggap unik atau kreatif. Namun dengan semakin meningkatnya jumlah
dan beragamnya karya yang ditulis beralur mundur, metode ini pun kini bukan
lagi termasuk suatu inisiatif luar biasa. Teknologi tulis-menulis dengan
komputer sekarang juga sangat mempermudah seorang penulis mengacak-acak
tulisannya, memajukan atau memundurkan sebagian segmen isi, dan menyelipkan
tambahan atau perubahan di sana-sini untuk menghasilkan karya rekaan atau fiksi
kreatif.
Selama ini alur bercerita yang telah dikenal adalah :
1.
Alur maju. Sesuai dengan namanya,
alur maju adalah gaya bercerita yang mengalir maju berdasarkan pergerakan waktu
atau mengikuti urutan terjadinya peristiwa secara logis. Umumnya penulis
menerapkan alur maju dalam tulisannya.
2.
Alur mundur. Bertolak belakang dengan
alur maju, alur mundur mengisahkan suatu peristiwa dengan cara flash-back atau
mengenang kembali. Banyak novel perang mengungkapkan riwayat masa lalu tokohnya
dengan memanfaatkan teknik bercerita beralur mundur.
3.
Alur maju-mundur. Sesungguhnya tak
ada karya tulis yang 100% konsekuen berjalan mengikuti alur maju atau mundur,
melainkan lebih banyak yang silih berganti masuk ke alur maju dan mundur. Alur
pun biasanya berkaitan dengan tulisan atau buku yang isinya cukup panjang,
sehingga alurnya dapat dideteksi. Karya tulis pendek hampir dapat dikatakan
tidak ketat atau tidak penting dikenali alurnya.
F. MELAKUKAN EDITING DAN PERIKSA ULANG
TERHADAP KARYA KITA
Ketika
mengirimkan artikel, novel, produk atau diri sendiri, atau mengirimkan jenis
tulisan yang lain, perlu menunjukkan kesan pertama yang menarik. Bagaimana bisa
meyakinkan sebuah majalah, atau pembaca, bahwa bisa menulis karya yang bagus
jika ada banyak kesalahan pada karya.
Sebagian
besar pembaca dan pecinta buku akan jengkel dan malas meneruskan membaca buku
atau artikel yang banyak kesalahannya. Jadi sebaiknya penting sekali
menampilkan tulisan dengan seprofesional dan sesempurna mungkin.
Untuk
memperoleh karya tulis yang tampil secara sempurna dan tidak memiliki kesalahan
dalam hal penulisan, redaksional dan tata bahasa, perlu dilakukan editing dan
periksa ulang berkali-kali terhadap karya kita. Walau pada akhirnya nanti,
karya tulis kita itu akan dilakukan editing ulang oleh para editor majalah atau
penerbit buku, namun sebaiknya naskah tulisan kita itu sudah sempurna atau
paling tidak mendekati sempurna dalam arti tidak mempunyai banyak kesalahan,
terutama dalam hal redaksional (tata bahasa, tidak adanya salah ketik, tanda
baca, dsb). Berikut disajikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
melakukan editing :
1. Kesalahan ketik.
Mencermati dan membenarkan kesalahan ketik, pernyataan-pernyataan yang tidak
konsisten, kekaburan, kalimat-kalimat yang kaku dan tidak menarik, dan pilihan
kata (diksi) yang lemah hendaknya dilakukan oleh seorang penulis. Editing
merupakan bagian yang sangat penting dari penulisan, dan inilah yang membedakan
antara penulis yang baik dan penulis yang sedang-sedang saja, teledor, dan
tidak peduli pada karya yang dibuatnya.
2. Memeriksa ejaan dan tata bahasa.
Jika kamu teledor dalam penulisan dan sering menggunakan tata bahasa yang tidak
benar, ini juga akan membuat orang sulit percaya bahwa kamu bisa menulis secara
baik. Dalam hal ini kita tidak bicara tentang tata bahasa baku. Sebab banyak
juga novel terutama novel remaja - yang ditulis tidak dengan tata bahasa
Indonesia baku, tetapi bahasa pergaulan para remaja pun memiliki aturan mainnya
sendiri yang membuat bahasa tulis kamu enak dibaca, lancar dan tidak
tersendat-sendat.
3. Mencetak tulisan.
Biasanya kita akan lebih nyaman mengoreksi tulisan yang tercetak di kertas
ketimbang jika memelototinya di layar monitor. Menggunakan tinta warna merah
atau hijau baik dilakukan dalam melakukan koreksi.
4. Mengendapkan tulisan.
Dengan mengendapkan naskah dalam beberapa waktu, kita akan akan lebih mudah
untuk menemukan kelemahan-kelemahan tulisan yang kamu hadapi. Dan bagaimana
agar menjadi lebih baik..
5. Meminta orang lain membaca.
Meminta teman untuk membaca naskah dan mintai komentar atas naskah tersebut
dapat memberikan kritik dan saran yang membangun demi kebaikan tulisan yang
dibuat
6. Bergabung dengan komunitas menulis.
Berkumpul dengan komunitas yang memiliki passion dengan kita memilik banyak
manfaat bagi perkembangan kemampuan dalam menulis. Komunitas ini biasanya mengadakan
pertemuan rutin, acara bedah buku, diskusi buku dan banyak lagi kegiatan
bermanfaat yang bisa dilakukan, salah satunya yaitu
7. Membaca buku.
Buku-buku yang baik akan mengajarkan cara menyusun kalimat yang baik, cara
menyampaikan informasi yang baik, dan cara menyusun cerita yang menarik.
G.
MEMILIH
GENRE
Genre adalah kategori
dari suatu penulisan. Secara umumada 5 genre utama dalam industri penulisan
novel, baik itu untuk anak-anak, remaja, maupun dewasa. Lima genre utama ini
antara lain
1) Romance
Sebuah buku dikatakan
bergenre romance hanya apabila bertemakan cerita romantis, tidak hanya kisah
cinta laki-laki dan perempuan tetapi juga bisa antara saudara, antara barang
mainan dengan pemiliknya, dan lain-lain. Ide dasar dan plot keseluruhan cerita
harus mengenai romance serta tentunya harus terjadi ‘chemistry’ antara the hero dan the heroine.
2) Fantasy
genre yang menceritakan
kejadian-kejadian yang tidak mungkin terjadi di dunia nyata. Biasanya terdiri
dari karakter, kejadian, serta setting yang imajinatif.
3) Science-Fiction
Merupakan sub-genre dari
fantasy, karena menyertakan isu science dan
teknologi. Biasanya menggunakan latar belakang di masa depan, planet yang jauh,
ataupun melibat kanalien.
4) Mystery
Genre ini memaparkan tema
misteri, biasanya tentang pembunuhan. Ceritanya
bernuansa menegangkan, dan seringkali membutuhkan ‘otak’ untuk ikut mengurai
serpihan-serpihan kejadian yang berlangsung.
5) Horor
Pada dasarnya genre ini
mirip sekali dengan misteri. Tetapi horor memiliki intensitas ketegangan yang
lebih mencekam karena melibatkan ghostly
stuff.
Bagi penulis, pemilihan
genre berguna untuk mengkomunikasikan apa yang ada di otak atau ide dasarnya.
Ada beberapa hal yang terlintas di benak saya ketika itu,
tentunya untuk menanggapi keluhan seorang kawan tersebut. Pertama, mungkin
karya-karyanya tersebut kurang bermutu, dalam artian maknanya mungkin kurang
dalam atau malah terkesan ngawur. Tidak jelas jalan ceritanya, terlalu
berputar-putar, penggunaan tata bahasa yang buruk, atau yang lainnya.
Kedua, mungkin dari segi pemilihan judul yang kurang tepat
ataupun kurang menarik. Sebab, sebuah judul adalah sebuah kalimat yang pertama
kali dibaca pada sebuah tulisan. Ambil contoh, sebuah berita di pojok halaman
(yang mungkin kurang nilai jualnya), tetapi mempunyai judul yang sangat
menarik. Sebuah berita yang sebenarnya mungkin sangat sepele atau bahkan memang
hanya sebagai pengisi ruang kosong, menjadi sangat penting dan perlu dibaca.
Walaupun nantinya ketika seorang pembaca, membacanya menjadi kecewa, tetapi di
pihak si penulis berita merasa diuntungkan, karena tulisannya dibaca orang
lain. Karena itu tadi, judul yang menarik bisa menjadi daya tarik seorang
pembaca untuk membacanya. Pembaca menjadi penasaran, walaupun mungkin berita
tadi biasa-biasa saja.
Ketiga, mungkin tulisan yang dibuat tak sesuai dengan
selera redaktur, sang penjaga rubrik. Hal ketiga inilah yang menjadi suatu
kemungkinan yang menarik untuk disimak. Sadar atau tidak sadar, penulis
terperangkap pada selera sang redaktur. Ketika sebuah pertanyaan yang timbul di
benak penulis, yaitu, “Mengapa karya saya tak kunjung dimuat?”, mungkin pada
saat itu selera redaktur tak bersesuaian dengan karya-karya si penulis.
Sehingga, mau tak mau, suka atau tidak suka, karya penulis itu tidak bisa
dimuat.
Sebagai gambaran, mungkin bisa disimak penuturan dari
seorang sastrawan besar yaitu, A.A Navis, tentang nasib karayanya (cerpen) yang
tidak dimuat ataupun dimuat suatu majalah.(Proses Kreatif, Mengapa dan
Bagaiamana Saya Mengarang; PT. Gramedia, Jakarta; 1983 ) :
1.
Cerpen “Datang dan
Perginya” dan Cerpen “Anak Kebanggaan”, pada mulanya dikirimkan oleh Navis ke
majalah Kisah, tapi ditolak oleh redaksinya. Lalu diubah judulnya, kemudian
dikirimkannya lagi ke majalah Mimbar Indonesia, dan dimuat. Perlu diketahui, di
kedua majalah tersebut nama H.B Jassin tercantum sebagai redaksinya. Maka boleh
jadi seleksi pertama oleh redaksi Kisah tidak jatuh pada H.B Jassin, tapi pada
orang lain. Sedang di Mimbar Indonesia H.B Jassin-lah penyeleksi utama.
2.
Cerpen “Angin dari
Gunung” dikirimkan oleh Navis ke majalah Prosa, ditolak oleh redaksinya. Lalu
dimuatkan oleh Navis dalam kumpulan cerpen “Robohnya Surau Kami”. Dan ternyata
diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman, dan diterbitkan sebagai antologi bersama
cerpen 27 orang pengarang lainnya
Hal di atas, hanya merupakan seklumit kisah dari seorang
sastrawan dalam meniti karirnya di
bidang sastra. Selera redaktur bisa sangat berperan penting terhadap suatu
karya-karya yang akan dimuat nantinya. Jadi, secara kasarnya, seorang penulis
yang ingin karyanya dimuat (dalam hal ini cerpen atau sajak) haruslah
mengetahui terlebih dahulu selera dari redaktur—penjaga—rubrik dari suatu surat
kabar/majalah.
Contoh-contoh tadi
diperkuat lagi Navis, bahwa sebelum cerpen-cerpennya dikirimkan untuk dimuat,
ia pertimbangkan lagi untuk dikrimkan ke mana, tentunya agar cerpen itu bisa
dimuat. Jadi, ia juga ikut meneliti “keadaan” redaksi dari suatu majalah/surat
kabar, yaitu bagaimana “selera” redaksi tersebut, atau bagaimana pola
kebijaksanaan majalah/surat kabar bersangkutan. Kalau hendak mengirimkan ke
majalah wanita, jangan kirimkan naskah cerita yang menjelekkan wanita. Kalau
cerita itu bertema masalah yang romantis, jangan dikirimkan ke majalah
berstandar sastra, seumpama Horison. Dengan demikian pengenalan tentang selera
redaksi setiap majalah mempunyai peranan penting pula sebagai penentu, dapat
tidaknya suatu cerpen dimuat pada majalah/surat kabar bersangkutan.
Jenis media, demi mudahnya, dapat dibedakan menjadi dua golongan besar,
yakni: media umum dan media khusus.
1.
Media umum, seturut statusnya, bersifat umum, memuat hal-hal
yang umum (apa saja bisa masuk), dan ditujukan kepada pembaca umum (siapa pun:
tanpa batasan usia, jenis kelamin, ras, agama, status sosial, dsb.). Karena
statusnya yang demikian itu, media jenis ini pada umumnya memacak tulisan yang
sederhana dan lugas, sehingga bisa diterima siapa pun.
2.
Media khusus, seturut statusnya yang khusus itu, bersifat
khusus, memuat hal-hal yang khusus (misalnya: ilmu pengetahuan populer,
interior, otomotif, keagamaan, dsb.), dan ditujukan kepada pembaca yang khusus
pula (pemuda: cowok-cewek; wanita dewasa; anak-anak; orang lanjut usia,
kelompok hobi; komunitas keagamaan; dsb.). Karena statusnya yang demikian,
kecuali menuntut topik-topik khusus, media ini juga menuntut gaya tulisan atau
gaya bahasa khusus pula, yang khas.
Daftar
Pustaka
Laitafani,
Nurul. 2011. “Penerapan Media Gambar
Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Mengarang Deskripsi Sederhana Pada Siswa Kelas
III SD Negeri Panggung 13 Kota Tegal”. Skripsi. Semarang. Fakultas Ilmu
Pendidikan. Universitas Negeri Semarang.
Zuchdi,
Darmayanti, dan Budiasih. 2001. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Kelas
Rendah. Yogyakarta: PAS
Suparno, Yunus
Mohamad. 2008. Keterampilan
Dasar Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka.
Syarif, Eliana
dkk. 2009. Pembelajaran
Menulis. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah berkunjung di blog saya, semoga bermanfaat. Jangan lupa komen ya