Tanggal
18-20 Juni 2017 saya mengikuti Rapat Kerja Kepala Sekolah mewakili Kepala
Sekolah yang berhalangan. Saya bukan kepala sekolah, hanya mewakili saja.
Salah
satu materi yang disampaikan adalah Bekerja dengan Hati Nurani, Motivasi Etos
Kerja Profesional oleh Bapak Akh. Muwafik Saleh dari Universitas Brawijaya.
Sebelum
saya menulis ini, saya sudah meminta izin kepada beliau untuk menuliskan materi
beliau di blog. Karena saya merasa materi beliau sangat berguna. Jadi sayang
kalau tidak dibagi-bagi. Bukankah berbagi tidak pernah rugi? ^_^
Sebelum
ke materi, saya akan mengenalkan beliau terlebih dahulu. Bapak Muwafik Saleh
adalah Dosen FISIP, Pembantu Dekan III bidang kemahasiswaan, Dosen Ilmu
Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya,Pimpinan
Lembaga Pelatihan Kepemimpinan Komunikasi, Motivasi, dan Pengembangan Diri
Insan Madani, Penulis buku Bekerja dengan Hati Nurani, Belajar dengan Hati Nurani,
Membangun Karakter dengan Hati Nurani.
Oke
lanjut ke materi…
Sebagai
pemanasan beliau menyampaikan tantangan negeri ini, mulai dari MEA (Masyarakat
Ekonomi ASEAN) pada tahun 2015. Dalam MEA, negara-negara lain selain kita bebas
melakukan transaksi ekonomi, bebas biaya masuk negara kita akibatnya harga jual
lebih murah, konsekuensi kalau harga lebih murah harus bersaing dari segi
kualitas.
Lanjut
ke 2020 Free Trade Area (Asia Pasific) yang berarti Perdagangan Bebas pada
tahun 2020 dan
Bonus
Demografi (limpahan penduduk yang sangat banyak) tahun 2025.
Situasi
seperti ini tantangan atau ancaman? Tantangan atau ancaman?
Jawabannya
bergantung bagaimana kita mempersiapkan generasi muda
Apa saja yang perlu
disiapkan untuk mempersiapkan generasi muda?
1.
Knowledge
Anak-anak harus kuat
membaca.
Ditanya siapa yang suka
beli buku, saya mengacungkan tangan. Tapi dasar memang saya imut, jadi tidak
kelihatan hahahha…
Dan lanjut ke materi guru
harus suka baca, harus punya perpustakaan, dan harus dicek kualitas bacanya.
Batin saya, udah pak..
saya udah punya, udah ikut Reading Challenge 65
halaman/hari. Sok sokan padahal nggak semua isi buku dihapal hehehe
2.
Skill
Penting untuk
memnumbuhkan kreativitas anak
3. Attitude
(sikap, perilaku)
Sikap anak sekarang beda
dengan anak jaman dulu
Usia
21 lebih dewasa jaman sekarang dan jaman dulu? Jaman dulu usia 21 berani
mengambil resiko, menentukan pilihan, dan lebih survive. Coba kita bandingkan, saat ini teknologi ada, asupan gizi
bagus, tapi kematangan tidak.
Ditambah
Indonesia Darurat Narkoba. Kondisi gawat, sampai-sampai takut mengeluarkan
anak.
Plus Proxy war
dan neo imperialism. Perangnya tidak
kelihatan, musuhnya siapa tidak jelas. Karena kita tarung dengan orang kita
sendiri. Desain uang RI, apakah ini termasuk proxy war? Karena desainnya sama persis dengan Cina. Wallahu’alam.
Dulu
jaman perjuangan lihat bendera jatuh kita ambil, sekarang anak-anak tidak tahu
lagi lagu perjuangan. Dulu masih kenal sejarah negeri ini karena dulu masih ada
pelajaran PSPB. Dulu kita tahu jati diri bangsa. Sekarang? Masih.tapi entah
seberapa.
Bila
kita tilik ke belakang.
Tahun
1945 antara Jepang dan Indonesia. Di tahun yang sama, di tanggal yang tak jauh
berbeda. Jepang di bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Jepang hancur. Indonesia
proklamasi.
Sekarang
sudah 72 tahun dan lihat bedanya sekarang. Jepang bisa membuat kereta cepat
sedang kita dalam 72 tahun belum bisa secanggih di Jepang.
2011
saat tsunami, Jepang bisa antri dalam penerimaan bantuan. Kalau di Indoensia
antrinya berantakan. Contoh sepele adalah ketika seminar pasti banyak sampah
tercecer.
Faktor yang menghambat
perubahan
1. Faktor
kebiasaan
2. Lebih
suka yang mudah
3. Dibatasi
budaya
Tiga
faktor inilah yang bikin kita sulit berubah
Saat
menjelaskan ini, kami diminta menghubungkan 9 titik dengan 4 garis,
tanpa terputus.
Sebagian besar kita biasanya akan membuat garis seperti ini. Namun ternyata garisnya kurang. |
Garis hitam, tepat sasaran. |
Kebagian kita terpaku pada garis
kebiasaan. Kalau menilik pada masalah, sebagian solusi berasal dari kebiasaan. Padahal masalah datang biasanya di luar kebiasaan. Saat solusi dari luar kebiasaan inilah biasanya akan muncul kata “kok” , “lho”. Biasanya akan ada
penolakan.
Tapi
kalau tidak keluar dari kebiasaan, tidak akan keluar dari kebiasaan. Jadi
kepala sekolah harus punya pikiran di luar batas kota ini. Out of the box. Keluar dari pembatas
kotak pikiran kita.
Pemimpin
harus berpikir jauh dari biasanya, walaupun mungkin banyak orang melakukan
penolakan. Kuncinya da pada pikiran kita, mindset kita. Kita akan menjadi
seperti yang kita pikirkan. Sukses tidak hadir secara ajaib.
Gambar
segitiga, ada berapa segitiga? Ketika menjawab 2 berarti kita memiliki batasan
pada diri kita. Bukankah segitiganya hanya satu? Pembatas terbesar dalam hidup
adalah batasan yang ada di pikiran kita. Pembatas itu adalah kata “tidak bisa”.
Kenapa militer hebat? Karena jawabannya satu: siap! Tidak ada jawaban sebentar
komandan, saya pikir dulu. Kita buat guru-guru jawabannya “siap”.
Kalau
pikiran tidak bisa dibuka, tidak akan bisa menerima. Jadi tugas kepala sekolah
adalah bagaimana membuka pikran para guru. Tidak ke siswa atau orang tua dulu,
tapi guru dahulu. Kalau guru-guru sudah membuka pikiran, sedikit sekali diberi
penjelasan, pasti akan masuk.
Kualitas
seseorang adalah kualitas pikiran. Jadi yang harus kita selesaikan adalah
pikiran kita. Biasakan diri mencatat agenda. Dinamakan manusia karena sukanya
lupa. Live mapping (peta hidup). Sejak SD anak penting untuk diajari bagaimana
membuat peta hidup, merancang masa depan.
Pelatihan
kali ini benar-benar bikin kita instropeksi. Siap tidaknya kita menghadapi
dunia adalah bergantung pada diri kita sendiri.
Nice sharing. Setuju, somehow attitude anak jaman sekarang beda sama generasi kita.
BalasHapusIya Mb Ges.. bener banget.. makanya sekarang mulai marak pendidikan karakter..hehe
HapusKebiasaan berada di zona nyaman seringkali membuat kita gak kreatif memecahkan masalah ya, Mbak.
BalasHapusNice sharing, Mbak. Makasih :)
yuhuuuu.. perlu tantangan hehhe
Hapus